info buddhis

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Minggu, 15 April 2012

Umat Buddha dan Gunung Emas


01.26 | , , ,

Oleh : Bhiksu Wu Thung, (Pengalaman dan nasehat-nasehatnya, 2000)


Ada dua hal pokok menurut Bhiksu Wu Thung yang harus dilakukan umat Buddha. Nien cing (baca sutra/mantra) dan menolong orang. Baca Sutra dan mantra dapat membantu kita mendaoatkan kebijaksanaan, membuat kit menjadi cemerlang. Hati yang welas asih dan banyak menolong orang dengan tanpa pamrih, akan mendatangkan hoki yang baik, dan membuat hidup kita lebih makmur sejahtera.

orang pergi beramai-ramai saat menemukan gunung emas. jika kita pulang dari gunung emas dengan tangan kosong, tentu percuma sekali. Demikian juga halnya, Umat Buddha yang tidak nien cing seperti orang yang pulang dari gunung emas dengan tangan hampa.

Umat Buddha harus nien cing, sehari paling tidak satu kali. apa saja juga boleh, miasalnya Ta Pei Cou (Maha Karuna Dharani), baca Ta Pei Cou boleh 3, 7, atau 21 kali sekali baca. Yang penting saat sedang membaca, ucapan, tubuh, dan hati harus satu. Hati jangan melayang kemana mana. Harus dilakukan tiap hari pada saat yang sudah ditentukan. Mesti ada semangat, tidak boleh hari ini nien cing, besok berhenti, besoknya nien cing lagi. seperti kita masak air, kalau apinya sebentar-sebentar dipadamkan, tentu susah mendidih.

Dulu di Tiongkok ada seorang Bhiksu yang kalau bicara tidak didengar sama sekali sama orang-orang. Semua mencemooh dan mengabaikannnya. Dia diberi nasehat untuk menyepi di Vihara dan terus nien cing dengan tulus. Lebih kurang 20 tahun dia menyepi dan nien cing. Disamping itu, setiap ada kesempatan dia selalu menolong makhluk hidup, seperti memberi makan burung, ia selalu menyebut "AMITOFO"

Setelah 20 tahun menyepi, akhirnya dia 'turun gunung'. Sejak saat itu, banyak sekali orang datang meminta nasehat darinya. Ini menunjukan akibat karma dapat dirubah, dan berbuat kebajikan sambil melafal nama Buddha akan membawa pahala yang laur biasa.

Pernah sekali, ada seoarang Bhiksu yang memelihara burung beo. Setiap kali lewat di depan burung beo, ia akan menayapa, "NAMO AMITOFO"

Lama-lama burung beo itu bisa mengeluarkan suara, "NAMO AMITOFO"

Setiap kali orang lewat didepannya, burung beo akan menyebut, "NAMO AMITOFO"

Suatu hari, burung itu mati, lalu dikubur. dari tanah itu tumbuh bunga teratai. Orang-orang pada terkejut. Setelah digali, ternayata bunga teratai tumbuh dari mulut sang beo tersebut. Burung beo saja kalau menyebut, "NAMO AMITOFO" bisa memuahka hasil, apalagi manusia. :)

Memang, pada awalnya nien cing sulit dialkukan. Dibutuhkan tekad yang kuat. Saat baca cing, bentuk-bentuk pikiran suka berkelebat mucul. Begitu sadar pikiran berkeliaran, segera kembali kesuara cing yang diucapakan. Dengarkan baik-baik suara yang keluar dari mulut. Yang penting hati harus tulus. tanya dalam hati siapa yang lagi baca cing. Kalau pikiran lari, tanya lagi dalam hati siapa ini yang sedang baca cing, nanti lama-lama akan berhasil.

Dulu ada seorang Bhiksu. yang satu kalau sedang nien cing, hatinya suka kemana mana. Oleh sahabatnya, dia dinasehati untuk konsentrasi waktu baca nien cing. Suatu hari ia wafat, dan masuk kesuatu tempat yang gelap gulita. Di depannya ada kitab suci tapi tidak terbaca karena gelap. Setempo-temponya ada mahkluk halus yang lewat didepannya dengan membawa lentera kecil. Sekilas kalu dia lewat, kitab suci bisa terbaca. Tapi hanya sebentar. Ternyata banyak kursi disana, dan yang ada ditempat itu semaunya bhiksu tau Sai Kong (Pendeta TAO). Dia merasa sedih dan ketakutan. Akirnya dia teringat ucapan sahabatnya. Jadi dia membuat sahabatnya bermimpi, dan bercerita padanya soal ini.

Dalam mimpi itu sahabatnya bilang, "kau sih, tidak percaya omongan saya. kamu sudah bisa hafal cing apa?"

"Amitocing (Sutra Amitabha)."

"Kalau begitu, kamu baca cing itu saja setiap waktu disana. Tapi harus memusatkan perhatian, pikiran tidak boleh kemana mana."

Setelah kejadian iti, ia berusaha nien Amitocing dengan penuh konsentrasi meskipun tempat itu gelap gulita. akirnya ia bisa keluar dari tempat itu. Satu hari, ia kembali mendatangi sahabatnya lewat mimpi untuk menyatakan terima kasih.

Dulu juga ada dua orang saudara. dua duanya jadi Bhiksu. Satu pintar sekali berdebat, yang satu tidak pandai berbicara, cuma bisa nien cing (baca Ta Pei Cou). Setiap hari kerjanya cuma nien cing, Satu kali mereka bertemu muka. "Engkau sudah punya kemampuan apa?"

"Cuma bisa nien cing," jawab saudaranya. Dia ketawa terbahak bahak meremehkan. Suatu hari, didepan altar dia melihat saudaranya sedang nien cing, dan seluruh ruangan bisa bergetar. Dia kaget, sehingga sejak hari itu dia juga nien cing (baca Amitocing).

Baca cing banyak sekali manfaatnya. Dulu ada orang yan susah melahirkan. Lalu kakeknya membacakan Cin Kang Cing (Sutra Intan) untuknya. Kahirnya cucu mantunya bisa melahirkan dengan lancar, dan anaknya dikemudian hari menjadi orang yang besar. Kalau ada orang mau melahirkan, dibacakan mantra Cin Kang Cing, manfaatnya akan baik ekali bagi ibu dan anaknya.

Bagaimana dengan Ko Ong Kwan Se Im Keng? menurut Bhiksu Wu Thung. itu cing tidak ada dalam sutra agama Buddha. mau dibaca juga tidak ada apa-apa. Tapi itu bukan sutra Buddha.

Lalu apakah dengan nien cing orang bisa menjadi hidup makmur? menurut Bhiksu Wu Thung, kalau hendak hidup makmur harus bekerja keras dengan benar dan memupuk hati yang welas asih, banyak menolong orang tanpa pamrih. Nien cing akan membantu orang menjadi bijaksana dan cemerlang. Bukan untuk mebuat orang menjadi kaya.

Sehari-hari Bhiksu Wu Thung membaca Ta Pei Cou sebanyak 21 kali dipagi hari, Amitocing sebanyak 2 kali dan Wang Sen Cou sebanyak 21 kali. Cou yaitu mulut, hati, dan tubuh menjadi satu. Mulut bersih, hati bersih tidak memikirkan yang jelek, tidak membenci, iri, dan sebagaiannya. dan tubuh tidak boleh melakukan kejahatan.

Nien cing itu seperti tongkat. jika kita nien cing, kita tidak akan takut kemanapun kita pergi, ketempat tinggi, tempat terjal, tempat rendah, kita tak akan takut karena ada tongkat ditangan yang siap menopang.

~Amitofo~


You Might Also Like :


0 komentar:

Posting Komentar