info buddhis

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Senin, 27 Februari 2012

Apakah Agama Buddha Selaras Dengan Sains?


01.53 | , ,

Di zaman moderen kita ini dimana sains mulai mempertanyakan kebenaran dari ajaran-ajaran agama terkemuka di dunia ini, kita sering mendengar orang-orang beragama yang mengaku agama mereka selaras dengan ilmu sains moderen.  Bahkan Presiden Amerika, Barack Obama, sekalipun mencalonkan Francis Collins sebagai direktur National Institute of Health (NIH), institusi yang memiliki dana uang terbesar dalam riset sains.  Dr. Francis Collins adalah seorang umat Kristen yang mengaku bahwa ilmu sains moderen tidak bertentangan dengan agama Kristen.  

Sepertinya urusan agama ini selalu dikaitkan hampir ke semua aspek kehidupan ini, baik itu politik, sains, bisnis, dst.  Masalahnya adalah agama tidak dapat dicampur adukan dengan hal-hal lain di dunia ini, termasuk di antaranya adalah politik dan sains.  Ketika kita mencampur adukan agama dan politik, maka apa yang akan terjadi adalah agama dari penduduk mayoritas membentuk hukum-hukum di negara tersebut.  Penduduk dari agama minoritas menjadi tersudut. Hidup bermasyarakat menjadi tidak harmonis.  Akan tetapi karena di dunia ini terdapat terlalu banyak orang yang fanatik, yang merasa agama merekalah yang terbaik, yang menaruh agama mereka di atas segala-galanya, maka tak heran para politikus selalu mencoba mengambil nama agama untuk memenangkan posisi mereka.

Kenyataan ini terlihat di pemilihan presiden di Indonesia dan di Amerika.  Di Indonesia, isteri-isteri dari calon presiden menaruh iklan-iklan dengan foto berjilbab mereka dengan harapan masyarakat Indonesia yang mayoritas Islam akan memilih suami mereka.  Di Amerika, gosip-gosip yang menyebarluas tentang Barack Obama adalah penganut Islam tidak lain adalah supaya masyarakat Amerika yang mayoritas Kristen tidak memilih Barack Obama sebagai presiden.  Ini telah menjadi siasat umum dari para politikus.

Seperti layaknya agama dan politik, agama dan sains juga tidak bisa selaras sepenuhnya karena prinsip dasar mereka yang cukup berbeda.  Agama menekankan pada keyakinan, sedangkan sains justru menekankan pada observasi terhadap fenomena bermateri.  Ruang lingkup sains tidak mencakup hal-hal yang tak bermateri (spiritual).  Ruang lingkup agama justru adalah spiritual.  Beda prinsip dasar ini saja kiranya cukup membuat kita menolak keselarasan antara agama dan sains.

Agama Kristen, Islam, dan Yahudi mempercayai bahwa Tuhan menciptakan manusia (Genesis).  Sains telah cukup lama menolak pernyataan dari mereka ini.  Bukti-bukti kuat adanya evolusi tidak dapat disangkal lagi oleh para ilmuwan.  Evolusi terjadi beriringan dengan waktu: makhluk hidup beradaptasi dan yang tak mampu akan punah dan yang berjaya akan meneruskan keturunan mereka.  Kenyataan yang kejam tapi nyata. 

Perubahan dan mutasi dari makhluk hidup ini akan diteruskan ke keturunan mereka bila itu menguntungkan.  Tetapi bila mematikan, maka mereka akan tersapu bersih dari muka bumi ini.  Oleh adanya seleksi alam inilah, maka species-species terbentuk secara perlahan-lahan.   Jelasnya manusia dan semua makhluk hidup di dunia ini mengalami perubahan.  Sains tidak dapat menerima bahwa manusia muncul di dunia ini dengan wujud seperti kita sekarang ini.  Oleh karena itu, agama telah lama ditolak oleh komunitas ilmuwan.  Tetapi apakah Tuhan itu ada keberadaannya atau tidak bukanlah hal yang dapat dibuktikan dengan sains.  Yang jelas adalah manusia tidak diciptakan oleh Tuhan seperti yang dikatakan dalam agama-agama mereka.

Semua kritikan di atas telah menyudutkan agama lain dan sejauh ini belum membahas hubungan antara agama Buddha dengan sains.  Seperti yang disebutkan di atas, agama mengandung cukup banyak unsur keyakinan.   Walaupun Buddha berkata, “Janganlah engkau meyakini apa yang tertera dalam kitab suci, akan tetapi setelah kamu pertimbangkan dengan seksama,...barulah pantas kamu menerimanya“ (Kalama Sutta, AN 3.65), tetapi pada kenyataannya banyak umat Buddha yang  siap menerima semua yang tertera di kitab suci mereka.  Satu hal yang banyak dilupakan oleh umat manusia adalah kitab suci itu adalah tulisan manusia.  Kita tidak dapat memastikan semua yang tertera di sana adalah benar-benar seruan dari “pendiri” agama tersebut.  Untuk agama Buddha, kitab suci yang setebal ribuan halaman tidaklah mungkin semuanya bersumber dari Buddha.

Kita ambil contoh.  Acchariya Abbhuta Sutta (MN 123) menyebutkan bahwa pangeran Siddhatta, yang kelak akan menjadi Buddha, dilahirkan dari rahim ibunya dengan “bersih”, yakni tubuhnya tidak dikotori oleh darah dan cairan lainnya sewaktu baru lahir.   Sesuai dengan ilmu biologi, tidak ada manusia yang dapat dilahirkan oleh ibunya sedemikian rupa.  Sesungguhnya Buddha sekalipun mengaku bahwa tubuhnya tak luput dari usia tua.  Gejala-gejala penuaan, yakni kulit yang mengeriput, mata, telinga, dan organ persepsi lainnya yang melemah diterima oleh Buddha sendiri sebagai bagian nyata dari hidup ini (Jara Sutta, SN 48.41).  Jadi walaupun ia telah mencapai tingkat kebuddhaan, ia juga tak terluput dari tubuh yang kian melemah. 

Bagaimana mungkin ketika ia masih bayi dan belum mencapai tingkat kebuddhaan, ia dapat dilahirkan sedemikian rupa?

Kutipan MN 123 ini menunjukan bahwa isi dari kitab suci agama Buddha juga mengandung unsur-unsur yang bertentangan dengan sains.   Cukup banyak lagi dari isi kitab suci agama Buddha yang tidak dapat diterima oleh sains.  Perlu disadari bahwa sains tidak dapat membuktikan hal-hal yang diluar ruang lingkupnya, yakni fenomena-fenomena yang tak bermateri.  Contohnya surga, neraka, dan Nibbana adalah hal-hal yang tidak dapat dibuktikan oleh sains.   Akan tetapi fenomena-fenomena yang bermateri mempunyai kemungkinan untuk dibuktikan kebenarannya.

Para ahli yang terpelajar telah menganalisa struktur dan tata bahasa, serta isi dari kitab suci agama Buddha.  Pertentangan diantara sesama isi kitab suci agama Buddha telah menjadi cukup nyata (Ref: Kisah sebuah rakit tua; oleh pengarang), dan hal ini telah mengajukan sebuah tanda tanya besar: mana dari isi kitab suci ini yang sesungguhnya berasal dari Buddha?  Apa yang disebutkan di Kalama Sutta tiba-tiba menjadi lonceng yang membangunkan kita dari tidur yang nyenyak!

Maka seharusnyalah kita menyadari bahwa agama tidak dapat kita campur adukan dengan sains.  Membandingkan isi kitab suci dengan kebenaran sains dapat dilakukan sejauh itu masih dalam ruang lingkup sains.  Kalau tidak, maka sains tidak dapat digunakan untuk membuktikan kebenarannya.  Isi dari kitab suci tidak semuanya benar, dan ini mungkin kejam tapi nyata.


You Might Also Like :


0 komentar:

Posting Komentar