info buddhis

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Selasa, 14 Juni 2011

Mengatasi Stress Dengan Agama Buddha


00.42 | ,

Oleh : Bhikkhu Uttamo

PENDAHULUAN 


      Kemajuan jaman ibarat pisau bermata ganda. Di satu sisi ia memberikan kemudahan hidup bagi
masyarakat yang telah siap sehingga dapat memanfaatkannya. Di sisi yang lain sesungguhnya ia pun
dapat memberikan akibat negatif untuk mereka yang belum siap mental menghadapi perubahan
lingkungan yang sedemikian cepat. Ada tuntutan-tuntutan jaman dan konflik-konflik yang harus dihadapi
seseorang untuk memenuhi tuntutan jaman itu akhirnya dapat menjerumuskan orang yang lemah
pengertian batinnya pada kondisi stress.
      Hakekat dari pengertian batin sebagai bekal yang paling pokok dalam menghadapi dampak negatif
kemajuan jaman ini adalah memiliki kemampuan melihat hidup sebagaimana adanya, bahwa hidup tidak
kekal dan hanyalah proses belaka. Pengertian ini biasanya telah dimengerti oleh hampir setiap orang
secara teoritis tetapi pada kenyataannya orang jarang siap mental bila menghadapi perubahan yang terjadi
dalam hidupnya.
      Dalam usaha menyesuaikan antara pengertian batin (baca: teori) yang dimiliki dengan penerapannya
pada kehidupan yang sesungguhnya inilah peranan Agama Buddha diperlukan. Agama Buddha adalah
gabungan antara tradisi penghormatan kepada Sang Guru Agung, Buddha Gotama, dengan Ajaran Luhur
Sang Buddha yang berisikan kiat-kiat untuk menghadapi kenyataan hidup yang kadang tidak sesuai
dengan yang diharapkan. Sedangkan tujuan Agama Buddha secara umum adalah agar orang yang
mengikuti dan melaksanakan Ajarannya akan memperoleh kebahagiaan duniawi, surgawi dan sebagai
tujuan tertinggi adalah tercapai kebebasan mutlak yaitu Nibbana (=Nirwana) sebagai Tuhan Yang
Mahaesa dalam pengertian Agama Buddha.

PEMBAHASAN 
      Pengertian batin untuk melihat hidup sebagaimana adanya ternyata lebih mudah diucapkan dan
dinasehatkan kepada orang lain daripada untuk membantu diri kita sendiri dalam mengatasi kenyataan
hidup yang kadang tidak sesuai dengan harapan. Bila menjumpai orang lain yang sedang menderita, kita
akan lebih mudah menjadi penasehat yang tampaknya amat bijaksana untuk membantu orang tersebut
agar mampu menerima kepahitan hidup. Sebaliknya, bila tiba giliran kita yang menerima penderitaan
akibat perubahan yang tidak diinginkan, kadang nasehat tulus dari seorang kawan dapat dianggap sebagai
pelecehan atas kondisi yang sedang kita alami.     
      Untuk mengubah pengertian benar yang masih teoritis menjadi praktis itulah Sang Buddha dalam
berbagai kesempatan sepanjang hidup Beliau telah menjelaskannya kepada para umatNya tentang
tahapan-tahapan yang harus dilakukan. Bila tahapan ini diikuti sungguh-sungguh maka hasil nyata yang
dapat dialami sebagai awal pencapaian adalah hidup bahagia dan bebas dari stress. Kebahagiaan awal ini
kemudian dapat dilanjutkan untuk dapat mencapai bentuk-bentuk kebahagiaan yang lebih tinggi sehingga
akhirnya tercapailah kebahagiaan tertinggi yaitu Tuhan Yang Mahaesa (=Nibbana/Nirwana).
      Secara ringkas, tahapan-tahapan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

      TAHAP PERTAMA : 
      SUMBAR STRESS ADALAH KEINGINAN 
Manusia hidup pasti tidak akan pernah terlepas dari keinginan. Memiliki keinginan adalah wajar sejauh
kita tidak menjadi budak keinginan kita sendiri. Oleh karena itu, keinginan dapat menjadi salah satu 
sumber stress. Stress dapat timbul bila orang bersikap terlalu kaku pada keinginannya sendiri tanpa
memiliki kesadaran bahwa kadang orang harus menyesuaikan diri antara keinginan dengan kenyataan
yang dihadapi. Dengan kata lain, orang sering tidak siap dan tidak berkeinginan menghadapi perubahan. 
Padahal, setiap saat dan di setiap tempat ada kemungkinan orang akan mengalami perubahan. Perubahan
dalam hidup ini dapat merupakan perubahan ke arah yang menggembirakan ataupun sebaliknya. 
Menghadapi perubahan yang menggembirakan, orang tidak akan mempermasalahkan seperti bila sedang
menghadapai perubahan yang tidak menyenangkan. Dalam masalah ini, perubahan yang dimaksud adalah
perubahan yang membuat orang tidak bahagia karena tidak sesuai dengan keinginannya. Perubahan dapat 
dirasakan mengarah pada hal yang tidak membahagiakan karena disebabkan oleh niat orang untuk tidak
ingin berkumpul dengan yang tidak disenangi dan berpisah dengan yang dicinta. Perubahan ini terjadi
dalam bentuk yang seluas-luasnya, misalnya dalam hubungan dengan sesama manusia, dengan benda 
maupun dengan suasana serta masih banyak yang lainnya. Stress muncul karena orang tidak ingin melihat
perubahan ke arah yang tidak menggembirakan itu terwujud sebagai kenyataan. Orang bahkan ingin 
memaksakan kenyataan seperti keinginannya. Tentunya hal ini tidaklah mungkin dapat terjadi. 
      Pada dasarnya terdapat dua macam keinginan yang dominan dalam kehidupan ini yaitu ingin selalu
bersama dengan hal-hal atau kondisi yang menyenangkan dan yang lainnya adalah ingin tidak pernah 
menjumpai hal-hal atau kondisi yang tidak menyenangkan. Tentu saja bila kedua macam keinginan ini
dapat terpenuhi maka bahagialah kehidupan orang tersebut. Namun, karena hidup selalu berubah maka
orang kadang, kalau tidak dapat dibilang sering, mengalami kekecewaan. Bila kekecewaan ini bertambah 
banyak kuantitas maupun kualitasnya maka stress dan akibat-akibat negatif lainnya akan muncul. 
      Dewasa ini masalah stress dan akibatnya serta juga cara-cara menanggulanginya telah ramai
dibicarakan di seluruh dunia. Banyak ahli menuliskan pendapatnya tentang stress. Salah satu diantaranya 
adalah Peter G. Hanson. Menurut hasil penelitian Hanson, beberapa di antara sumber stress dalam
masyarakat adalah terutama karena memiliki kondisi yang tidak seimbang pada bidang-bidang keuangan,
pribadi, kesehatan dan pekerjaan. Hanson mengartikan keuangan sebagai kondisi memiliki ketrampilan 
kerja yang dapat dijual, memiliki cukup uang untuk mencapai tujuan, dan jaminan keuangan jika nanti
terserang penyakit, resesi, atau kehilangan pekerjaan. Pribadi adalah berarti memiliki teman sejati (tidak 
perlu banyak) dan keluarga, misalnya perkawinan atau hal yang serupa. Kesehatan yang dimaksudkan
adalah kesehatan lahir batin yang dinyatakan oleh dokter dan bukan pendapat pribadi. Sedangkan
pekerjaan berarti adalah tampil efisien dengan integritas dan mendapatkan rasa hormat dari lingkungan, dalam hal ini apabila sebagai seorang pelajar berarti segi pendidikan. 
      Bila orang mengalami perubahan atau kegagalan pada salah satu atau lebih dari keempat hal di atas
maka ia memiliki potensi untuk mengalami stress, kecuali bila pengertian batinnya telah matang. 

      TAHAP KEDUA : 
      KEINGINAN DAPAT DIKENDALIKAN 
      Apabila sumber stress diketahui maka sesungguhnya jalan untuk mengatasinya telah terjawab
setengahnya. Telah disadari bahwa keinginan yang tidak fleksibel justru akan menjerumuskan seseorang 
ke dalam jurang stress. Semakin kukuh keinginan seseorang, semakin besar pula kemungkinan stress yang
akan dihadapinya. Untuk itulah, orang perlu memiliki wawasan berfikir bahwa dalam hidup ini sering 
keinginan tidak dapat menjadi kenyataan sedangkan kenyataan tidak jarang amat berbeda dari keinginan
yang dimiliki. Wawasan ini berguna untuk melunakkan keinginan sehingga akhirnya dapat diubah dan 
disesuaikan dengan kenyataan. Bila keinginan telah sesuai dengan kenyataan maka stress pun akan dapat
dihalau jauh-jauh dari hidup ini. 

      TAHAP KETIGA : 
      CARA MENGENDALIKAN KEINGINAN 
      Untuk mengendalikan keinginan agar stress dapat diusir dari kehidupan ini, ada beberapa langkah
dalam Agama Buddha yang harus ditempuh, yaitu: 
      a. Kerelaan 
      Dalam Agama Buddha, kerelaan atau keikhlasan meliputi dua macam yaitu kerelaan materi dan nonmateri.
Kerelaan materi akan lebih mudah dilakukan karena lebih kelihatan secara indriawi. Kerelaan 
materi juga menjadi awal untuk mencapai tahap yang lebih tinggi lagi. Kerelaan materi dapat berbentuk
bantuan sandang, pangan, papan, obat-obatan maupun keuangan. 
      Kerelaan non-materi atau kerelaan batin agak lebih sulit dilakukan. Kerelaan non-materi dapat
dikatakan sebagai bentuk kerelaan yang lebih tinggi daripada kerelaan materi. Kerelaan ini membutuhkan 
sikap mental untuk tidak mementingkan diri sendiri. Memiliki sikap mental mengharapkan semoga semua
makhluk hidup berbahagia. Memperhatikan sekeliling dan siap membantu mereka dengan tenaga, ucapan 
maupun pikiran yang dimiliki. Beberapa bentuk kerelaan non-materi adalah nasehat, pengendalian diri
dan peka pada kondisi lingkungan. 
      Melaksanakan kedua bentuk kerelaan di atas secara bersama-sama akan menumbuhkan kebahagiaan
dalam hati si pelaku. Perasaan menjadi lebih ringan dan bahagia karena mempunyai ingatan bahwa 
dirinya telah mampu mengisi kehidupan ini dengan sesuatu yang berguna yaitu 'melakukan perbuatan
baik' kepada fihak lain secara aktif. Kebahagiaan yang muncul karena orang telah mampu mengatasi 
dirinya ataupun keinginannya sendiri untuk mengembangkan rasa kebersamaan di jaman orang tidak lagi
terlalu memperhatikan lingkungannya. Perasaan ini akan menambah semangat hidup dan ketenangan batin serta dapat membebaskan diri dari stress.
      b. Kemoralan 
      Kemoralan adalah usaha mencegah berkembangnya bahkan -kalau dapat- menghilangkan perbuatan
atau kebiasaan buruk yang telah dimiliki dan berusaha agar diri sendiri tidak melakukan keburukan yang 
telah dilakukan oleh orang lain. 
      Kemoralan juga akan memberikan ketenangan batin karena kemoralan menjaga segala perbuatan yang
dilakukan lewat badan, ucapan dan pikiran agar 'terbebas dari kesalahan'. Manusia pada dasarnya 
berhasrat untuk melaksanakan segala bentuk keinginannya baik keinginan luhur maupun tidak baik.
Namun dengan pengertian akan kemoralan maka orang kemudian akan mampu memilih perbuatan yang 
pantas dilakukan dari hal-hal yang tidak sesuai dengan kondisi lingkungan maupun ukuran kemoralan
yang lainnya. Semakin tepat pilihannya, semakin diterima pula seseorang dalam lingkungannya, semakin 
besar pula keyakinan pada dirinya sendiri bahwa ia 'terbebas dari kesalahan'. 
      Bila keinginan telah terbiasa dikendalikan, maka bila dalam kehidupan ini orang menjumpai
kenyataan yang bertentangan dengan keinginannya, ia akan dengan lapang dada dan penuh pengertian
akan mampu menerima kenyataan tersebut. Ia tenang menghadapi kenyataan. 
      Dalam pengertian Agama Buddha, apabila kerelaan adalah unsur aktif untuk berbuat kebaikan maka
kemoralan adalah unsur negatif yaitu mencegah kejahatan. Kedua unsur ini masing-masing bekerja aktif 
untuk mengendalikan keinginan seseorang, menundukkan keinginan seseorang. Kedua unsur ini tidak
dapat dipisahkan satu dengan lainnya karena mereka bekerja saling melengkapi untuk mencapai tujuan 
yang sama, hidup bahagia dan bebas dari stress sebagai awal pencapaian yang lebih tinggi. Dengan
demikian, umat Buddha selalu dianjurkan untuk melaksanakan kedua hal pokok ini. 
      Dalam menyimpulkan hasil penelitiannya Dr. Claire Weekes menyatakan bahwa menganut salah satu
agama tertentu dapat mencegah serta mengatasi stress disamping memiliki pekerjaan yang sesuai dan 
keberanian dalam menghadapi resiko hidup. 
      c. Ketenangan batin 
      Langkah yang ketiga ini digunakan untuk mengatasi stress langsung dari sumbernya yaitu pikiran.
Dalam pikiran itulah terletak bermacam-macam keinginan. Ketenangan batin dicapai melalui latihan 
meditasi. Meditasi dapat digunakan untuk mengendapkan dan menyusun segala bentuk keinginan dalam
latihan berpikir dengan benar. Manusia mampu melatih setiap gerakan badan dan ucapan sesuai dengan 
kemauan, demikian pula terhadap pikiran. Sarana melatih pikiran itulah yang disebut dengan meditasi.
Meditasi mengarahkan batin seseorang untuk dapat menyadari bahwa hidup adalah saat ini, bukan masa 
lalu maupun masa yang akan datang. Pada masa lalu orang pernah hidup tetapi sudah tidak hidup, di masa
datang orang akan hidup tetapi belum hidup; di masa ini, saat inilah orang hidup dan sedang hidup. Bila 
batin telah mencapai tahap ini, batin akan mampu memisahkan antara keinginan yang diperlukan saat ini
dari keinginan yang dapat ditunda atau bahkan keinginan yang perlu dihilangkan. Dengan demikian, maka
orang akhirnya dapat menundukkan keinginannya sendiri dan terbebaslah ia dari stress. 
      Pada hakekatnya meditasi adalah menyadari segala sesuatu yang sedang dilakukan, diucapkan dan
terutama segala yang dipikirkan. Meditasi bukanlah berdoa, mengatur pernafasan maupun mengosongkanpikiran. Dalam melaksanakan meditasi dibutuhkan beberapa persyaratan dasar yaitu posisi tubuh yang benar, waktu meditasi yang sesuai, tempat meditasi yang memenuhi persyaratan, obyek meditasi yang cocok dan juga guru yang mampu mengarahkan meditasi sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. 
      Bila ketenangan batin tercapai maka stress pun tidak mempunyai kesempatan muncul dalam
kehidupan ini. Dr. Vernon Coleman juga mengarahkan para pasien stress-nya untuk melakukan relaksasi 
terutama dengan meditasi walaupun tidak harus mengikuti satu bentuk institusi tertentu. 
      d. Kebijaksanaan 
      Kemampuan meditasi bukan hanya untuk menghasilkan ketenangan batin saja tetapi dapat
dikembangkan ke arah pengertian batin yang hendak dicari sebagai obat tertinggi dalam menanggulangi 
stress. Menurut Sang Buddha, ada dua macam kebijaksanaan yaitu kebijaksanaan duniawi yang berupa teori dan kebijaksanaan mutlak yaitu tercapainya tujuan tertinggi dalam Agama Buddha, Nibbana/Nirwana. 
Kebijaksanaan duniawi adalah pengertian dasar bersifat filosofis dan teoritis untuk mendorong
pelaksanaannya agar orang dapat membuktikan kebenarannya. Apabila telah dilaksanakan maka setahap
demi setahap orang akan mendekati tujuan akhir yaitu kebijaksanaan mutlak. 
      Pencapaian kebijaksanaan mutlak dengan melatih ketenangan batin berpandangan terang. Sasaran
latihan ketenangan batin tahap akhir ini adalah agar orang setelah mampu memisahkan antara keinginan 
yang pokok dan sampingan, kini di arahkan untuk menyadari bahwa keinginan itulah yang menjadi dasar
ketidakpuasan dalam hidup ini. Keinginan itu pulalah yang menjadi salah satu sebab munculnya stress 
dalam hidup ini. Sedangkan sumber keinginan adalah karena tidak menyadari bahwa hidup akan selalu
berubah dan hanyalah proses. Tahap ini menjadi tahap akhir dan menjadi tahap tertinggi dalam Agama 
Buddha. Untuk menguraikan tahapan ini membutuhkan suatu latihan dasar dari ketiga tahap sebelumnya,
oleh karena itu dalam kesempatan ini tahap terakhir ini hanya diuraikan secara singkat untuk memberikan 
gambaran sepintas dahulu. Dalam kesempatan lain, mungkin akan dibicarakan secara khusus dan
mendalam. 
      Sesungguhnya bila hanya untuk mengatasi stress saja ketiga tahap di atas sudah lebih dari cukup. Bila
hendak mengatasi masalah hidup yang sesungguhnya yaitu untuk mencapai Tuhan Yang Mahaesa 
(=Nibbana/Nirwana) maka tahap keempat adalah tahap yang harus dilaksanakan. 

PENUTUP 
      Istilah 'stress' kelihatannya baru muncul dalam beberapa dekade belakangan ini, tetapi sesungguhnya
sejak jaman Sang Buddha hidup bahkan mungkin jauh sebelumnya itu kondisi stress ini telah dialami 
umat manusia. Oleh karena itu, Ajaran Sang Buddha bukan hanya berisikan petunjuk untuk
mengembangkan kebahagiaan yang telah dimiliki, namun juga berisikan kiat-kiat untuk memperbaiki 
situasi lahir batin yang sedang dihadapi. Apabila kondisi lahir batin dapat diselaraskan dengan kenyataan
hidup, maka terbebaslah orang dari stress. 
      Kini, pengertian untuk mengatasi stress sebagai fenomena era globalisasi dan teknologi telah diberikan, tinggal dilaksanakan. Sesungguhnya menurut Sabda Sang Buddha: 
      Walaupun seseorang hidup seratus tahun, tetapi tidak dapat melihat timbul dan tenggelamnya segala
sesuatu yang berkondisi, sesungguhnya lebih baik kehidupan sehari dari orang yang dapat melihat timbul 
dan tenggelamnya segala sesuatu yang berkondisi. 
                                                                                               ( DHAMMAPADA VIII, 14 )

KEPUSTAKAAN 
      1. Dhammapada, Yayasan Dhammadipa Arama, Cetakan Kedua, Jakarta, Agustus 1985. 
      2. Mengatasi Stress, Dr. Claire Weekes, Kanisius, Cetakan Pertama, Yogyakarta, 1991. 
      3. Navakovada, H.R.H. The Late Supreme Patriarch Prince Vajiranyanavarorasa, Yayasan
Dhammadipa Arama, Cetakan Kedua, Jakarta, Agustus 1989. 
      4. Nikmatnya Stress, Peter G. Hanson, M.D., Arcan, Cetakan Kedua, Jakarta, 1991. 
      5. Stress dan Lambung Anda, Dr. Vernon Coleman, Arcan, Cetakan Keempat, Jakarta, 1991. 


You Might Also Like :


0 komentar:

Posting Komentar